UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

Keren bolo, untuk mengantisipasi stunting perlu dibuatkan Undang-Undang, dan tentunya bukan hanya itu. Benar memang Fase seribu hari Pertama Kehidupan perlu disiapkan dengan matang untuk menjadikan sosok manusia berkualitas. Ibu dan anak adalah aset bangsa tidak ternilai. Begitulah kesan pertama terhadap UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. Semoga saja negara memfasilitasi dan memberikan bantuan tercapainya hal baik untuk ibu dan anak ini.

Sebagaimana kita tahu bahwa Kesejahteraan lbu dan Anak adalah suatu kondisi terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak yang meliputi fisik, psikis, sosial, ekonomi, spiritual, dan keagamaan, sehingga dapat mengembangkan diri dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan fungsi sosial dalam perkembangan kehidupan masyarakat.

Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang adalah seseorang yang kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun.

Dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ini juga menegaskan tentang hak anak. yakni bahwa Setiap Anak berhak:

  1. hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal;
  2. atas identitas diri dan status kewarganegaraan;
  3. mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan dan pemberian air susu ibu dilanjutkan hingga Anak berusia 2 (dua) tahun, kecuali ada indikasi medis, Ibu tidak ada, atau lbu terpisah dari Anak;
  4. mendapatkan makanan pendamping air susu ibu sesuai dengan standar mulai usia 6 (enam) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun;
  5. mendapatkan jaminan gizi sejak lahir sampai dengan usia 2 (dua) tahun;
  6. memperoleh pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan perkembangan usia dan/atau kebutuhan fisik dan mental;
  7. memperoleh pemenuhan kesejahteraan sosial;
  8. mendapatkan pengasuhan dan perawatan yang terbaik dan berkelanjutan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal;
  9. berekspresi, bermain, dan berinteraksi dengan Anak yang sebaya; dan
  10. mendapatkan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang.

UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan juga menegaskan adanya keajiban bagi setiap ibu dan ayah, bahwa:

  1. mempersiapkan, memeriksakan, dan menjaga kesehatan mulai dari masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan;
  2. menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
  3. memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan dan dilanjutkan dengan pemberian air susu ibu dan makanan pendamping air susu ibu sampai dengan Anak berusia 2 (dua) tahun, kecuali terdapat indikasi medis;
  4. memberikan gizi cukup dan seimbang bagi Anak dan stimulasi yang tepat sesuai dengan usia dan kondisi Anak, untuk optimalisasi tumbuh kembang Anak;
  5. memantau pertumbuhan dan perkembangan serta memeriksakan kesehatan Anak secara berkala di fasilitas pelayanan kesehatan;
  6. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak dengan penuh kasih sayang;
  7. memberikan penanaman nilai agama, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan budi pekerti pada Anak;
  8. mengupayakan lingkungan yang sehat, aman, dan mendukung tumbuh kembang Anak; dan
  9. mengupayakan pemenuhan hak Anak dan perlindungan khusus Anak.

Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar; mewujudkan sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul; mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin; melindungi dari tindak kekerasan, diskriminasi, penelantaran, eksploitasi, perlakuan merendahkan derajat dan martabat manusia, pelanggaran hak asasi manusia, serta perlakuan melanggar hukum lainnya; dan mewujudkan rasa aman dan nyaman.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ini disahkan pada tanggal 2 Juli 2024 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Mensesneg Pratikno.

UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 98. Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6923.

Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

Penjelasan Umum

Hak untuk hidup yang layak, mempertahankan kehidupannya, serta membentuk Keluarga merupakan hak warga negara yang dilindungi oleh negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penghidupan yang layak dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan, baik secara jasmani maupun rohani. Dalam upaya pemenuhan penghidupan yang layak, negara memberikan perlindungan kepada warga negara atas hak mendapat pekerjaan, membentuk Keluarga, dan melanjutkan keturunan.

Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil memiliki peran penting dalam pembangunan berkelanjutan untuk generasi mendatang yang berkualitas. Salah satu upaya utama dalam pembentukan generasi yang berkualitas dilakukan dengan peningkatan Kesejahteraan Ibu dan Anak. Kondisi Ibu pada masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan, men5rusui Anak, atau Ibu yang mengangkat, merawat, mendidik, dan/atau mengasuh Anak menjadi perhatian khusus agar Anak dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal. Tanggung jawab Ibu dan ayah yang setara sangat penting dalam mengupayakan Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Salah satu permasalahan terkait kesejahteraan Ibu adalah tingginya angka kematian Ibu yang disebabkan oleh masalah dan gangguan kesehatan serta komplikasi pada masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan yang tidak tertangani secara tepat tata laksana, tepat waktu, dan tidak dilakukan sesuai dengan standar. Ibu hamil, Ibu bersalin, dan lbu nifas, serta anak sejak dalam kandungan sampai dengan seribu hari pertama kehidupan membutuhkan pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar dan stimulasi perkembangan agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta terhindar dari sfiinting dan risiko kematian. Kondisi kehamilan dan persalinan yang tidak dapat diprediksi pada setiap Ibu menyebabkan perlunya upaya pencegahan dan penanganan dengan memberikan pelayanan tertentu. Ibu yang bekerja juga perlu mendapat perhatian untuk menghasilkan generasi yang berkualitas.

Pembentukan generasi yang berkualitas melalui pemenuhan hak Anak antara lain dilakukan dengan pemberian air susu ibu, jaminan gizi, pelayanan kesehatan dan gizi, pengasuhan dan perawatan yang terbaik dan berkelanjutan, lingkungan yang mendukung tumbuh kembang, serta pelindungan dari diskriminasi, kekerasan, penelantaran, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya. Selain itu, terdapat pemberian hak cuti bagi Ibu yang bekerja dan hak cuti pendampingan bagi suami, kepesertaan jaminan kesehatan nasional bagi Anak, penyediaan layanan dan pemberian kemudahan tertentu, serta pemberian layanan cuma-cuma. Kewajiban dan tanggung jawab negara dalam rangka memenuhi hak Anak tersebut dimulai pada fase seribu hari pertama kehidupan Anak dengan melibatkan Keluarga dan partisipasi masyarakat. Seluruh upaya pemenuhan hak Anak tersebut dilakukan melalui Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, perlu dibentuk Undang-Undang khusus mengenai Kesejahteraan lbu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan.

Undang-Undang tentang Kesejahteraan lbu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ini meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang, Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak, data dan informasi, pendanaan, dan partisipasi masyarakat.

Pertimbangan

Menjadi dasar pertimbangan dalam UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan adalah:

  1. bahwa negara menjamin kehidupan yang sejahtera lahir dan batin bagi setiap warga negara, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan seluruh warga negara, khususnya kesejahteraan ibu dan anak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa kesejahteraan ibu dan anak perlu ditingkatkan untuk mewujudkan sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan;
  3. bahwa pembangunan sumber daya manusia yang unggul sangat ditentukan oleh pemenuhan hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak, khususnya pada fase seribu hari pertama kehidupan;
  4. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kesejahteraan ibu dan anak perlu dikuatkan dengan undang-undang yang khusus mengatur kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan;

Dasar Hukum

Dasar hukum terbitnya UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan adalah:

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, Pasal 28B ayat (21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Isi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2024

Berikut adalah pasal demi pasal UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan:

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Kesejahteraan lbu dan Anak adalah suatu kondisi terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak yang meliputi fisik, psikis, sosial, ekonomi, spiritual, dan keagamaan, sehingga dapat mengembangkan diri dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan fungsi sosial dalam perkembangan kehidupan masyarakat.
  2. Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang selanjutnya disebut Anak adalah seseorang yang kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun.
  3. Ibu adalah perempuan yang mengandung, melahirkan, dan/atau men)rusui Anak atau mengangkat Anak, yang merawat, mendidik, danf atau mengasuh Anak.
  4. Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak adalah upaya terarah, terpadu, dan berkelanjutan dengan memperhatikan pendekatan siklus hidup yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, guna memenuhi hak dan kebutuhan dasar lbu dan Anak.
  5. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
  6. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik lndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  7. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan tugas pemerintahan di bidang perlindungan anak.

Pasal 2

Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak dilaksanakan berdasarkan asas:

  1. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. keadilan;
  3. kesetaraan gender;
  4. pelindungan;
  5. kemanfaatan;
  6. pemberdayaan;
  7. keterpaduan;
  8. keterbukaan;
  9. akuntabilitas;
  10. keberlanjutan;
  11. kepentingan terbaik bagi Ibu dan Anak; dan
  12. nondiskriminasi.

Pasal 3

Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak bertujuan untuk:

  1. memenuhi kebutuhan dasar;
  2. mewujudkan sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul;
  3. mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin;
  4. melindungi dari tindak kekerasan, diskriminasi, penelantaran, eksploitasi, perlakuan merendahkan derajat dan martabat manusia, pelanggaran hak asasi manusia, serta perlakuan melanggar hukum lainnya; dan
  5. mewujudkan rasa aman dan nyaman.

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak Ibu

Pasal 4

  1. Setiap Ibu berhak mendapatkan:
    1. pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar, aman, bermutu, dan terjangkau pada masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan yang disertai pemenuhan jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan;
    2. jaminan gizi pada masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan;
    3. pelayanan keluarga berencana;
    4. pemenuhan kesejahteraan sosial;
    5. pendampingan dari suami, Keluarga, pendamping profesional, dan/atau pendamping lainnya pada masa kehamilan, keguguran, persalinan, dan pascapersalinan;
    6. rasa aman dan nyaman serta pelindungan dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, penelantaran, eksploitasi, perlakuan merendahkan derajat dan martabat manusia, pelanggaran hak asasi manusia, serta perlakuan melanggar hukum lainnya;
    7. pelayanan konsultasi, layanan psikologi, danf atau bimbingan keagamaan;
    8. edukasi, pengembangan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan tentang perawatan, pengasuhan, pemberian makan, dan tumbuh kembang Anak;
    9. perlakuan dan fasilitas khusus pada sarana dan prasarana umum; dan
    10. kesempatan menjadi pendonor air susu ibu bagi Anak yang tidak memungkinkan mendapatkan air susu ibu dari lbu kandungnya karena kondisi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
  2. Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu berhak memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan dan pemberian air susu ibu dilanjutkan hingga Anak berusia 2 (dua) tahun disertai pemberian makanan pendamping.
  3. Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:
    1. cuti melahirkan dengan ketentuan:
      1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
      2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
    2. waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran;
    3. kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja;
    4. waktu yang cukup dalam hal diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak; dan/atau
    5. akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya.
  4. Cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a wajib diberikan oleh pemberi kerja.
  5. Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 meliputi:
    1. Ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau
    2. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.

Pasal 5

  1. Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
  2. Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berhak mendapatkan upah:
    1. secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama;
    2. secara penuh untuk bulan keempat; dan
    3. 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.
  3. Dalam hal Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6

  1. Untuk menjamin pemenuhan hak Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, suami dan/atau Keluarga wajib mendampingi.
  2. Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada:
    1. masa persalinan, selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan; atau
    2. saat mengalami keguguran, selama 2 (dua) hari.
  3. Selain cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), suami diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau Anak dengan alasan:
    1. istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran;
    2. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi;
    3. istri yang melahirkan meninggal dunia; dan/atau
    4. Anak yang dilahirkan meninggal dunia.
  4. Selama melaksanakan hak cuti pendampingan istri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), suami berkewajiban:
    1. menjaga kesehatan istri dan Anak;
    2. memberikan gizi yang cukup dan seimbang bagi istri dan Anak;
    3. mendukung istri dalam memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan; dan
    4. mendampingi istri dan Anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan standar.

Pasal 7

Selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, Ibu penyandang disabilitas memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyandang disabilitas.

Pasal 8

Selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, Ibu dengan kerentanan khusus memperoleh hak terkait dengan kerentanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak pekerja yang berlaku dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 10

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 5, dan Pasal 6 bagi aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik lndonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Hak Anak

Pasal 11

  1. Setiap Anak berhak:
    1. hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal;
    2. atas identitas diri dan status kewarganegaraan;
    3. mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan dan pemberian air susu ibu dilanjutkan hingga Anak berusia 2 (dua) tahun, kecuali ada indikasi medis, Ibu tidak ada, atau lbu terpisah dari Anak;
    4. mendapatkan makanan pendamping air susu ibu sesuai dengan standar mulai usia 6 (enam) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun;
    5. mendapatkan jaminan gizi sejak lahir sampai dengan usia 2 (dua) tahun;
    6. memperoleh pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan perkembangan usia dan/atau kebutuhan fisik dan mental;
    7. memperoleh pemenuhan kesejahteraan sosial;
    8. mendapatkan pengasuhan dan perawatan yang terbaik dan berkelanjutan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal;
    9. berekspresi, bermain, dan berinteraksi dengan Anak yang sebaya; dan
    10. mendapatkan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang.
  2. Dalam hal terdapat indikasi medis, Ibu tidak ada, atau Ibu terpisah dari Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Anak berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif dari pendonor air susu ibu.
  3. Pemberian air susu ibu oleh pendonor air susu ibu dicatat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
  4. Setiap Anak yang lahir berhak menjadi peserta jaminan kesehatan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak yang memerlukan perlindungan khusus memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan anak.
  6. Anak yang tidak mempunyai orang tua, pemenuhan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebankan kepada keluarga pengganti atau negara melalui lembaga asuhan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Anak yang mengalami gangguan perilaku diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan mengatasi hambatan dan memenuhi hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak berhak mendapatkan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai anak.

Bagian Ketiga
Kewajiban

Pasal 12

  1. Setiap Ibu dan ayah berkewajiban:
    1. mempersiapkan, memeriksakan, dan menjaga kesehatan mulai dari masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan;
    2. menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
    3. memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan dan dilanjutkan dengan pemberian air susu ibu dan makanan pendamping air susu ibu sampai dengan Anak berusia 2 (dua) tahun, kecuali terdapat indikasi medis;
    4. memberikan gizi cukup dan seimbang bagi Anak dan stimulasi yang tepat sesuai dengan usia dan kondisi Anak, untuk optimalisasi tumbuh kembang Anak;
    5. memantau pertumbuhan dan perkembangan serta memeriksakan kesehatan Anak secara berkala di fasilitas pelayanan kesehatan;
    6. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak dengan penuh kasih sayang;
    7. memberikan penanaman nilai agama, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan budi pekerti pada Anak;
    8. mengupayakan lingkungan yang sehat, aman, dan mendukung tumbuh kembang Anak; dan
    9. mengupayakan pemenuhan hak Anak dan perlindungan khusus Anak.
  2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk kepentingan terbaik bagi Ibu dan Anak dengan dukungan Keluarga dan lingkungan.
  3. Dalam hal Ibu tidak dapat memberikan air susu ibu eksklusif bagi Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemberian air susu ibu eksklusif dapat dilakukan oleh pendonor air susu ibu.
  4. Pemberian air susu ibu oleh pendonor air susu ibu dicatat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Dalam hal lbu atau ayah meninggal dunia, terpisah dari Anak, atau secara medis tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf i, kewajiban lbu dan ayah dibebankan kepada ayah atau Ibu dan/atau Keluarga.
  6. Dalam hal Ibu, ayah, dan Keluarga meninggal dunia, terpisah dari Anak, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kewajiban terhadap Anak dibebankan kepada keluarga pengganti atau negara melalui lembaga asuhan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 13

Dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangannya, bertugas:

  1. merumuskan dan menetapkan peraturan dan/atau kebijakan mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak;
  2. menyusun dan menetapkan perencanaan jangka panjang, menengah, dan tahunan yang berkaitan dengan Kesejahteraan Ibu dan Anak;
  3. mengalokasikan sumber pendanaan untuk Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak yang terintegrasi dalam perencanaan dan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. melaksanakan Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak;
  5. mengoordinasikan Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak dengan seluruh pemangku kepentingan;
  6. melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak;
  7. mengembangkan kerja sama Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak; dan
  8. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak.

BAB IV
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN IBU DAN ANAK

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 14

  1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
    1. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian di lingkungan Pemerintah Pusat; dan
    2. dinas/unit pelaksana teknis di lingkungan Pemerintah Daerah.
  3. Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian dukungan bagi:
    1. Ibu sejak mempersiapkan kehamilan, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan; dan
    2. Anak sejak dalam kandungan sampai dengan Anak berusia 2 (dua) tahun.
  4. Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimaksudkan untuk menjamin Kesejahteraan Ibu dan Anak baik fisik, psikis, sosial, ekonomi, maupun spiritual.
  5. Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah berdasarkan pendataan dan kebutuhan Ibu dan Anak sejak sebelum kehamilan, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak meliputi:

  1. perencanaan;
  2. pelaksanaan; dan
  3. pembinaan, pengawasan, dan evaluasi.

Bagian Kedua
Perencanaan

Pasal 16

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyusun perencanaan Kesejahteraan lbu dan Anak yang diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja tahunan.
  2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan harmonisasi serta sinkronisasi kebijakan dan program.
  3. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melibatkan masyarakat.
  4. Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. analisis situasi;
    2. program dan kegiatan;
    3. indikator kinerja dan target; dan
    4. alokasi dan sumber pendanaan.

Pasal 17

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan perencanaan yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).
  2. Pelaksanaan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu, tepat sasaran, dan berkesinambungan.
  3. Pelaksanaan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melibatkan masyarakat.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 18

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan Kesejahteraan Ibu dan Anak sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
  2. Pelaksanaan Kesejahteraan lbu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
    1. pelayanan kesehatan dan gizi;
    2. pelayanan keluarga berencana;
    3. pemberian layanan kesejahteraan sosial;
    4. pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
    5. penyediaan layanan keagamaan serta bimbingan perkawinan dan keluarga;
    6. pemberian kemudahan dalam penggunaan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana;
    7. pemberian kesempatan mendapatkan pengetahuan, edukasi, dan pendampingan;
    8. penciptaan lingkungan yang ramah Ibu dan Anak serta pemberian layanan pelindungan; dan/atau
    9. pemberian kemudahan layanan hukum.
  3. Dalam pelaksanaan Kesejahteraan tbu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menyediakan sumber daya manusia pemberi layanan disertai dengan pengaturan jumlah, kualitas, dan persebarannya.
  4. Dalam pelaksanaan Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melibatkan Keluarga dan masyarakat.

Pasal 19

Pelibatan Keluarga dalam pelaksanaan Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dilaksanakan dengan mewujudkan kemampuan Keluarga yang meliputi:

  1. pemenuhan kebutuhan dasar Keluarga, terutama kebutuhan dasar lbu dan Anak secara layak;
  2. pembentukan lingkungan Keluarga yang ramah bagi Ibu dan Anak;
  3. pelindungan Ibu dan Anak dari berbagai risiko kerentanan; dan
  4. dukungan lain dalam pemenuhan Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Pasal 20

Pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dilaksanakan untuk mendukung pemenuhan hak dan kebutuhan dasar Ibu dan Anak paling sedikit berupa:

  1. peningkatan kepedulian dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak;
  2. peningkatan kemandirian, keberdayaan, dan ketahanan masyarakat;
  3. peningkatan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
  4. peningkatan kepedulian sosial, empati, dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat; dan
  5. pengembangan dan penjagaan budaya dan kearifan lokal dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan lbu dan Anak.

Paragraf 2
Pelayanan Kesehatan dan Gizi

Pasal 21

  1. Pelayanan kesehatan dan gizi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Selain di fasilitas pelayanan kesehatan, pelayanan gizi dapat dilakukan di institusi/fasilitas lainnya, lokasi situasi darurat, dan masyarakat.
  3. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kemudahan akses pelayanan kesehatan dan gizi bagi Ibu dan Anak dari keluarga tidak mampu dan/atau lbu dan Anak dengan kerentanan khusus berupa pembiayaan dan transportasi secara cuma-cuma.

Pasal 22

Fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak menyediakan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Pelayanan Keluarga Berencana

Pasal 23

  1. Penyedia fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b harus memberikan kemudahan akses layanan bagi Ibu atau ayah.
  2. Kemudahan akses layanan bagi Ibu atau ayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa:
    1. komunikasi, informasi, dan edukasi; dan
    2. layanan keluarga berencana.
  3. Kemudahan akses layanan keluarga berencana bagi lbu atau ayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan secara cuma-cuma kepada Ibu atau ayah dari keluarga sangat miskin, termasuk Ibu atau ayah dengan kerentanan khusus.
  4. Penyediaan layanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) memenuhi standar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

  1. Penyedia fasilitas pelayanan keluarga berencana yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diberikan sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
    1. teguran lisan; dan/atau
    2. teguran tertulis.

Paragraf 4
Pemberian Layanan Kesejahteraan Sosial

Pasal 25

  1. Pemberian layanan kesejahteraan sosial kepada Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c berupa rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
  2. Pemberian layanan kesejahteraan sosial kepada Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c dapat berrrpa rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan perlindungan sosial.
  3. Pemberian layanan kesejahteraan sosial bagi Ibu dan/atau Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan kepada Ibu dan/atau Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kesejahteraan sosial.

Paragraf 5
Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Pasal 26

Penyedia fasilitas pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) hurtrf d harus memberikan kemudahan akses layanan bagi Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

  1. Kemudahan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 berupa pemberian identitas diri dan status kewarganegaraan.
  2. Penyediaan layanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil diberikan secara cuma-cuma bagi Anak dari keluarga tidak mampu, termasuk Anak dengan kerentanan khusus.

Paragraf 6
Penyediaan Layanan Keagamaan serta Bimbingan Perkawinan dan Keluarga

Pasal 28

Penyediaan layanan keagamaan serta bimbingan perkawinan dan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf e paling sedikit berupa:

  1. pemberian pelayanan konsultasi, layanan psikologi dan/atau bimbingan keagamaan; dan
  2. layanan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin dan bimbingan Keluarga bagi anggota Keluarga.

Pasal 29

Penyediaan layanan keagamaan serta bimbingan perkawinan dan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7
Pemberian Kemudahan dalam Penggunaan Fasilitas, Akomodasi yang Layak, Sarana, dan Prasarana

Pasal 30

  1. Pemberi kerja, penyedia, atau pengelola fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf f harus memberikan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana bagi Ibu dan Anak, termasuk akomodasi yang layak bagi lbu dan Anak penyandang disabilitas.
  2. Pemberian kemudahan dalam penggunaan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana bagi Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana di:
    1. tempat kerja;
    2. tempat umum; dan
    3. moda transportasi umum.
  3. Dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
    1. fasilitas pelayanan kesehatan;
    2. penyediaan ruang laktasi; dan
    3. tempat penitipan anak.
  4. Selain dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasararla di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dukungan juga diberikan kepada lbu yang bekerja dalam bentuk penyesuaian tugas, jam kerja, dan/atau tempat kerja dengan tetap memperhatikan kondisi dan target capaian kerja.
  5. Dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disediakan oleh pemberi kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana di tempat umum dan moda transportasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat berupa:
    1. penyediaan ruang laktasi;
    2. penyediaan ruang perawatan anak;
    3. tempat penitipan anak;
    4. ruang bermain ramah anak; dan/atau
    5. tempat duduk prioritas atau loket khusus.

Pasal 31

Pemberi kerja, penyedia, atau pengelola fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 diberikan pembinaan dan/atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8
Pemberian Kesempatan Mendapatkan Pengetahuan, Edukasi, dan Pendampingan

Pasal 32

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan pengetahuan, edukasi, dan pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf g terkait Kesejahteraan Ibu dan Anak.
  2. Pemberian pengetahuan, edukasi, dan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan kepada Ibu dan Anak sesuai kebutuhan.
  3. Pemberian pengetahuan, edukasi, dan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan kepada suami/ayah dan/atau Keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga asuhan anak.

Paragraf 9
Penciptaan Lingkungan yang Ramah lbu dan Anak serta Pemberian Layanan Pelindungan

Pasal 33

  1. Penciptaan lingkungan yang ramah lbu dan Anak serta pemberian layanan pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf h dilakukan di rumah, tempat kerja, dan ruang publik.
  2. Penciptaan lingkungan yang ramah Ibu dan Anak serta pemberian layanan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mewujudkan lingkungan dan layanan yang terbebas dari tindak kekerasan, diskriminasi, penelantaran, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya.
  3. Penciptaan lingkungan yang ramah Ibu dan Anak serta pemberian layanan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 10
Pemberian Kemudahan Layanan Hukum

Pasal 34

  1. Pemberian kemudahan layanan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf i diberikan kepada Ibu dan Anak yang menghadapi masalah hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
  2. Pemberian kemudahan layanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara cuma-cuma kepada Ibu dan Anak yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi, termasuk Ibu dan Anak dengan kerentanan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Penyediaan dan Pemberian Layanan Cuma-Cuma

Pasal 35

  1. Penyediaan layanan cuma-cuma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l ayat (3), Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 27 ayat (2) merupakan tanggung jawab pemerintah secara berjenjang, mulai dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota sampai dengan Pemerintah Pusat.
  2. Pemberian layanan cuma-cuma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) merupakan tanggung jawab pemerintah secara berjenjang, mulai dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota sampai dengan Pemerintah Pusat.

Bagian Kelima
Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi

Pasal 36

  1. Dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan:
    1. pembinaan;
    2. pengawasan; dan
    3. evaluasi.
  2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk menjamin pelaksanaan Kesejahteraan lbu dan Anak secara transparan dan akuntabel.
  3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk menjamin pelaksanaan Kesejahteraan Ibu dan Anak secara efisien dan efektif.
  4. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk menilai kinerja pelaksanaan Kesejahteraan Ibu dan Anak.
  5. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (41 digunakan sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan dan dipublikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 36 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Koordinasi

Pasal 38

  1. Untuk menyelenggarakan Kesejahteraan lbu dan Anak, Menteri melakukan koordinasi lintas sektor dan fungsi yang melibatkan kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V
DATA DAN INFORMASI

Pasal 39

  1. Dalam rangka Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak, Pemerintah Pusat membentuk sistem data dan informasi serta melaksanakan pengintegrasian data dan informasi terkait dengan Kesejahteraan lbu dan Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Data dan informasi terkait Ibu dan Anak dimutakhirkan secara berkala dengan menggunakan data registrasi penduduk yang memuat kondisi sosial ekonomi, peringkat kesejahteraan, dan terintegrasi dengan data lainnya.
  3. Data dan informasi terkait Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi.
  4. Data dan informasi terkait Ibu dan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. pendataan Ibu dan Anak;
    2. sarana dan prasarana bagi Ibu dan Anak;
    3. program Kesejahteraan lbu dan Anak; dan
    4. data lain terkait Ibu dan Anak.
  5. Pengelolaan data dan informasi yang terpadu harus memastikan keamanan data dan privasi Ibu dan Anak.

Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan data dan informasi Kesejahteraan lbu dan Anak diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PENDANAAN

Pasal 41

  1. Sumber pendanaan Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak meliputi:
    1. anggaran pendapatan dan belanja negara;
    2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
    3. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pengelolaan sumber pendanaan Kesejahteraan Ibu dan Anak dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

BAB VII
PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 42

  1. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak.
  2. Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga asuhan anak, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, media massa, dunia usaha, akademisi, organisasi profesi, dan lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat.
  3. Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa:
    1. penciptaan kondisi lingkungan yang mendukung Kesejahteraan lbu dan Anak;
    2. pelindungan dan pengawasan sosial;
    3. pemberian saran dan/atau pendapat dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak;
    4. penyampaian informasi dan/atau laporan;
    5. pendampingan dan advokasi;
    6. pemberian edukasi dalam pengembangan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan; dan/atau
    7. pemberian bantuan dan santunan.
  4. Partisipasi lembaga perlindungan anak, lembaga asuhan anak, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, akademisi, organisasi profesi, dan lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Partisipasi media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dalam mendukung Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak.
  6. Partisipasi dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kebijakan dan program perusahaan yang mendukung Penyelenggaraan Kesejahteraan lbu dan Anak.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  1. seluruh program dan kegiatan yang terkait dengan Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak tetap dilaksanakan sampai dengan selesainya program dan kegiatan; dan
  2. peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 45

  1. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
  2. Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan Undang-Undang ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 46

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Demikianlah isi UU 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar