Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen

Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menerbitkan Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen. Ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 558.

Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen ini dikeluarkan pada tanggal 10 September 2024 oleh Menristekdikti Nadiem Anwar Makarim. Diundangkan oleh Asep N. Mulyana PLT. Dirjen PUU Kemenkumham dan berlaku mulai pada tanggal 18 September 2024.

Dalam Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen ini diatur status dan jabatan akademik dosen, kualifikasi dan kompetensi dosen, pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian dosen, sertifikasi dosen, beban kerja dosen, kode etik dosen, pengelolaan kinerja dosen, rencana pengembangan karier dosen, penugasan dosen, promosi dan demosi dosen, profesor kehormatan, gaji dosen, dan penghasilan lain dosen.

Berikut adalah Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen.

Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen

Pertimbangan

Pertimbangan terbitnya Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen adalah:

  1. bahwa untuk meningkatkan tata kelola profesi dan karier Dosen yang lebih baik, efektif, dan efisien, serta memberikan kepastian hukum terhadap pemberian tunjangan serta penghasilan bagi Dosen, perlu menyesuaikan ketentuan profesi, karier, dan penghasilan Dosen;
  2. bahwa beberapa pengaturan mengenai profesi, karier, dan penghasilan Dosen pada perguruan tinggi sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini, sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 71 ayat (4) dan Pasal 72 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta Pasal 4 ayat (7), Pasal 5 ayat (5), Pasal 9 ayat (4), Pasal 10 ayat (7), dan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen;

Dasar Hukum

Dasar hukum terbitnya Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen adalah:

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
  5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6897);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5007);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
  8. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 156);
  9. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 963), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 16 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 198);

Isi Permendikbudristek Penghasilan Dosen

Berikut adalah isi Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen:

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI TENTANG PROFESI, KARIER, DAN PENGHASILAN DOSEN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
  2. Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada Masyarakat.
  3. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
  4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  5. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pendidikan.
  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
  7. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.
  8. Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat PTN adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
  9. Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh masyarakat.
  10. Badan Penyelenggara adalah badan hukum yang dibentuk oleh masyarakat yang menyelenggarakan PTS.
  11. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada Masyarakat.

BAB II
PROFESI DOSEN

Bagian Kesatu
Status dan Jabatan Akademik Dosen

Pasal 2

  1. Status Dosen terdiri atas:
    1. Dosen tetap; dan
    2. Dosen tidak tetap.
  2. Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
    1. bekerja penuh waktu pada Perguruan Tinggi; dan
    2. memenuhi beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester.
  3. Dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
    1. tidak bekerja penuh waktu pada Perguruan Tinggi; dan/atau
    2. memenuhi beban kerja kurang dari 12 (dua belas) satuan kredit semester.

Pasal 3

  1. Jenjang jabatan akademik Dosen tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a terdiri atas:
    1. Asisten Ahli;
    2. Lektor;
    3. Lektor Kepala; dan
    4. Profesor.
  2. Asisten Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melaksanakan Tridharma dalam cakupan tugas awal di bawah pembinaan Lektor Kepala dan/atau Profesor.
  3. Lektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melaksanakan Tridharma secara mandiri di bawah pembinaan Lektor Kepala dan/atau Profesor.
  4. Lektor Kepala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c melaksanakan Tridharma dengan:
    1. memiliki kepakaran dalam bidang ilmu tertentu;
    2. mengembangkan keilmuan sesuai kepakarannya; dan
    3. membina Asisten Ahli dan/atau Lektor di bawah pembinaan Profesor.
  5. Profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d melaksanakan Tridharma dengan:
    1. memiliki kepakaran, otoritas, dan wibawa ilmiah dalam bidang ilmunya;
    2. memimpin pengembangan keilmuan sesuai kepakarannya; dan
    3. membina Asisten Ahli, Lektor, dan/atau Lektor Kepala.
  6. Selain melaksanakan Tridharma sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pada Perguruan Tinggi dengan program doktor atau doktor terapan, Profesor juga melaksanakan Tridharma dengan membimbing calon doktor.

Pasal 4

  1. Dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang dapat memiliki jabatan akademik merupakan Dosen tidak tetap yang sebelumnya pernah berstatus sebagai Dosen tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a.
  2. Jabatan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan akademik yang sebelumnya dimiliki sebagai Dosen tetap.
  3. Dosen tidak tetap yang tidak pernah berstatus sebagai Dosen tetap tidak memiliki jabatan akademik.

Pasal 5

  1. Jabatan akademik Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diatur dan ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
  2. Pencantuman jabatan akademik Dosen disertai dengan nama Perguruan Tinggi.
  3. Dalam hal Dosen pindah lintas Perguruan Tinggi, jabatan akademik Dosen pada Perguruan Tinggi tujuan ditetapkan oleh Perguruan Tinggi tujuan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan prestasi Dosen.

Bagian Kedua
Kualifikasi dan Kompetensi Dosen

Pasal 6

Kualifikasi Dosen terdiri atas:

  1. kualifikasi akademik; dan
  2. kualifikasi lain yang ditetapkan Perguruan Tinggi.

Pasal 7

  1. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan:
    1. kualifikasi dari jenjang pendidikan tinggi; atau
    2. penyetaraan dengan kualifikasi dari jenjang pendidikan tinggi melalui rekognisi pembelajaran lampau.
  2. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Dosen paling rendah:
    1. magister atau magister terapan untuk Dosen pada program diploma atau program sarjana;
    2. doktor atau doktor terapan untuk Dosen pada program magister, magister terapan, doktor, atau doktor terapan; dan
    3. profesi dan/atau magister/magister terapan dengan pengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun untuk Dosen pada program profesi.
  3. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari:
    1. program pascasarjana yang terakreditasi; dan/atau
    2. Perguruan Tinggi luar negeri.
  4. Kualifikasi akademik yang diperoleh dari Perguruan Tinggi luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diakui sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

  1. Kualifikasi lain yang ditetapkan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:
    1. keahlian dengan prestasi luar biasa;
    2. kinerja atau pengalaman kerja sebelumnya; dan/atau
    3. kriteria lain sesuai dengan kebutuhan Perguruan Tinggi.
  2. Kualifikasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan per jenjang jabatan akademik.

Pasal 9

  1. Kompetensi Dosen terdiri atas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
  2. Kompetensi Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mewujudkan karakter Dosen sebagai berikut:
    1. pendidik yang berdedikasi dan menjadi teladan;
    2. peneliti dan ilmuwan yang berintegritas; dan
    3. intelektual dan pembelajar sepanjang hayat.
  3. Karakter pendidik yang berdedikasi dan menjadi teladan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditunjukkan melalui:
    1. upaya mendorong keberhasilan mahasiswa melalui keunggulan pengajaran, desain kurikulum, dan pengembangan berkelanjutan; dan
    2. tindakan sebagai teladan bagi sivitas akademika dan masyarakat melalui sikap dan perilaku berintegritas dan menunjukkan keunggulan profesional.
  4. Karakter peneliti dan ilmuwan yang berintegritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditunjukkan melalui:
    1. membudayakan serta berperan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan, inovatif, dan memberikan kontribusi riil pada kebutuhan nasional dan global; dan
    2. konsistensi dalam pengamalan nilai integritas akademik dan mendorong pengamalan nilai integritas akademik dalam lingkungan akademik.
  5. Karakter intelektual dan pembelajar sepanjang hayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditunjukkan melalui kesinambungan dalam berefleksi, beradaptasi, dan bertumbuh, serta memastikan bahwa metodologi dan muatan ilmu pengetahuan dalam Tridharma tetap mutakhir dan relevan.

Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Dosen

Pasal 10

  1. Pengangkatan Dosen dilakukan oleh Kementerian, PTN badan hukum, dan Badan Penyelenggara sesuai dengan kewenangannya.
  2. Pengangkatan Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perencanaan kebutuhan Dosen untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan Perguruan Tinggi.
  3. Dosen yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 9.
  4. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian bagi:
    1. Dosen aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara dan Dosen; dan
    2. Dosen selain aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan dan Dosen.

Pasal 11

  1. PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara dilarang:
    1. mengangkat Dosen yang tidak memenuhi ketentuan kualifikasi dan kompetensi Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); dan
    2. melakukan pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian Dosen yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4).
  2. PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
  3. Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara yang dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa penghentian pembinaan selama 1 (satu) tahun.
  4. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa penghentian kegiatan penyelenggaraan pendidikan selama 1 (satu) tahun pada Program Studi di mana Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajar.
  5. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana\ dimaksud pada ayat (4), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. meluluskan mahasiswa yang sudah memenuhi persyaratan kelulusan;
    2. tidak menerima mahasiswa; dan
    3. menghentikan proses pembelajaran dan mengalihkan mahasiswa ke:
      1. program studi yang terakreditasi, baik yang sejenis atau sesuai minat masing-masing mahasiswa; atau
      2. Perguruan Tinggi lain.
  6. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin Program Studi di mana Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajar.

Pasal 12

PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara melaporkan pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian Dosen melalui sistem yang dikelola oleh Kementerian.

Pasal 13

Perguruan Tinggi mengelola data Dosen untuk memastikan keakuratan dan kemutakhiran data dalam sistem informasi yang dikelola Kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Sertifikasi Dosen

Pasal 14

  1. Dosen yang telah memiliki:
    1. pengalaman kerja sebagai pendidik pada Perguruan Tinggi paling rendah 2 (dua) tahun; dan
    2. jabatan akademik paling rendah Asisten Ahli,
    dapat mengikuti proses sertifikasi Dosen untuk mendapatkan sertifikat pendidik untuk Dosen.
  2. Pengalaman kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memenuhi beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester.

Pasal 15

  1. Sertifikasi Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi terakreditasi.
  2. Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki program studi yang relevan dengan rumpun ilmu bidang studi Dosen yang mengikuti proses sertifikasi Dosen.
  3. Dalam hal Perguruan Tinggi belum memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sertifikasi Dosen dapat dilakukan oleh Perguruan Tinggi lain.
  4. Jumlah peserta sertifikasi pendidik untuk Dosen setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 16

  1. Sertifikasi Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio Dosen.
  2. Penilaian portofolio Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian pengalaman akademik dan profesional Dosen dibandingkan dengan pemenuhan persyaratan Dosen dan kinerja pelaksanaan tugas Dosen.
  3. Penilaian portofolio Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menentukan pengakuan atas kemampuan profesional Dosen, dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
    1. kualifikasi akademik dan unjuk kerja Tridharma;
    2. persepsi dari atasan, sejawat, mahasiswa dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian; dan
    3. pernyataan diri tentang kontribusi Dosen yang bersangkutan dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma.
  4. Dosen yang lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mendapatkan sertifikat pendidik untuk Dosen dari Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi Dosen.
  5. Sertifikat pendidik untuk Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencantumkan nomor sertifikat yang bersifat unik yang disediakan oleh Kementerian.
  6. Proses sertifikasi untuk Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilakukan pada sistem yang dikelola oleh Kementerian.
  7. Dosen yang tidak lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme guna memenuhi kelengkapan dokumen portofolionya untuk dinilai kembali dalam program sertifikasi periode berikutnya.

Pasal 17

  1. Biaya penyelenggaraan sertifikasi Dosen dibebankan kepada Perguruan Tinggi tempat Dosen bekerja.
  2. Dalam hal Perguruan Tinggi tempat Dosen bekerja berbeda dengan Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi Dosen, Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi Dosen dapat menarik biaya sertifikasi Dosen dari Perguruan Tinggi tempat Dosen bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

  1. Perguruan Tinggi dilarang:
    1. melaksanakan sertifikasi Dosen bagi Dosen yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
    2. melaksanakan sertifikasi Dosen tanpa akreditasi dan program studi yang relevan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2);
    3. melaksanakan sertifikasi Dosen dengan proses yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (6); dan/atau
    4. melibatkan pihak yang terbukti pernah melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c dalam proses sertifikasi Dosen.
  2. Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
  3. Dalam hal setelah mendapatkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan kewenangan untuk menyelenggarakan sertifikasi Dosen selama 1 (satu) tahun.
  4. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan kewenangan untuk menyelenggarakan sertifikasi Dosen selama 3 (tiga) tahun.
  5. Dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan kewenangan untuk menyelenggarakan sertifikasi Dosen secara permanen.

Pasal 19

  1. Dosen yang disertifikasi dilarang:
    1. memberikan informasi yang tidak benar dan/atau tidak jujur dalam proses sertifikasi;
    2. melakukan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan dokumen yang menjadi persyaratan sertifikasi; dan/atau
    3. melakukan praktik penyuapan, korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam proses sertifikasi.
  2. Dosen yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

  1. Dalam hal Perguruan Tinggi dan/atau Dosen melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1), Kementerian memerintahkan secara tertulis kepada pemimpin Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan sertifikasi Dosen untuk membatalkan sertifikat pendidik untuk Dosen.
  2. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Perguruan Tinggi tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembatalan sertifikat pendidik untuk Dosen dilakukan oleh Kementerian.

Bagian Kelima
Beban Kerja Dosen

Pasal 21

  1. Beban kerja Dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
  2. Tugas tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peran Dosen sebagai tenaga kependidikan, tim kerja di dalam Perguruan Tinggi, dan/atau peran lainnya sesuai kebutuhan Perguruan Tinggi.
  3. Komposisi pelaksanaan kegiatan pokok terhadap pemenuhan beban kerja masing-masing Dosen ditetapkan oleh pemimpin Perguruan Tinggi dengan mempertimbangkan pencapaian target kinerja Perguruan Tinggi sesuai misi Perguruan Tinggi.

Pasal 22

Dosen tetap yang telah memenuhi beban kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dapat melaksanakan Tridharma sebagai Dosen tidak tetap pada Perguruan Tinggi lain dengan izin dari Perguruan Tinggi asal.

Bagian Keenam
Kode Etik Dosen

Pasal 23

  1. Kode etik Dosen merupakan norma dan etika yang mengikat perilaku Dosen dalam melaksanakan tugas Tridharma secara profesional.
  2. Kode etik Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. kode etik nasional Dosen; dan
    2. kode etik Dosen pada Perguruan Tinggi.
  3. Kode etik nasional Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  4. Kode etik Dosen pada Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:
    1. paling sedikit mencakup kode etik nasional Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
    2. ditetapkan oleh pemimpin Perguruan Tinggi.
  5. Dosen yang melanggar kode etik Dosen dikenai sanksi etik sesuai dengan ketentuan dalam kode etik Dosen pada Perguruan Tinggi.

BAB III
KARIER DOSEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 24

Perguruan Tinggi melaksanakan pembinaan dan pengembangan karier Dosen yang paling sedikit meliputi kegiatan:

  1. pengelolaan kinerja Dosen;
  2. rencana pengembangan karier Dosen;
  3. penugasan Dosen; dan
  4. promosi dan demosi Dosen.

Pasal 25

Sistem informasi pembinaan dan pengembangan karier Dosen pada Perguruan Tinggi menggunakan sistem informasi yang dikelola oleh Kementerian atau sistem informasi Perguruan Tinggi yang terintegrasi dengan sistem informasi Kementerian.

Bagian Kedua
Pengelolaan Kinerja Dosen

Pasal 26

Pengelolaan kinerja Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a paling sedikit terdiri atas:

  1. penetapan indikator kinerja Dosen;
  2. pembinaan kinerja Dosen; dan
  3. penilaian kinerja Dosen.

Pasal 27

  1. Indikator kinerja Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dirumuskan oleh Perguruan Tinggi dengan menerjemahkan karakter Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) sampai dengan ayat (5) menjadi indikator kinerja pada setiap jenjang jabatan akademik Dosen.
  2. Indikator kinerja Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan sebagai berikut:
    1. setara dengan atau melampaui standar minimum indikator kinerja Dosen;
    2. selaras dengan visi, misi, dan tujuan Perguruan Tinggi dalam statuta Perguruan Tinggi; dan
    3. mendukung indikator kinerja utama Perguruan Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Standar minimum indikator kinerja Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Menteri.
  4. Indikator kinerja Dosen pada masing-masing Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.

Pasal 28

Pembinaan kinerja Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dilakukan untuk memenuhi beban kerja Dosen dan meningkatkan kinerja Dosen sesuai dengan indikator kinerja Dosen.

Pasal 29

Penilaian kinerja Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender akademik berdasarkan pemenuhan indikator kinerja Dosen.

Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Karier Dosen

Pasal 30

Rencana pengembangan karier Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b ditetapkan oleh Perguruan Tinggi dan dilaksanakan secara berkelanjutan.

Bagian Keempat
Penugasan Dosen

Pasal 31

  1. Penugasan Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c berupa penugasan Dosen tetap sebagai:
    1. pemimpin atau wakil pemimpin;
    2. direktur;
    3. kepala lembaga/kantor; atau
    4. dekan atau wakil dekan,
    pada Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
  2. Penugasan Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersifat penuh waktu sesuai kebutuhan Perguruan Tinggi.
  3. Dosen tetap yang menjalankan penugasan penuh waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diakui telah memenuhi keseluruhan beban kerjanya.

Pasal 32

  1. Dosen aparatur sipil negara dapat ditugaskan pada PTS.
  2. Penugasan pada PTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan sebagai berikut:
    1. penugasan hanya sebagai pemimpin atau wakil pemimpin pada PTS; dan
    2. penugasan dilaksanakan 1 (satu) kali dengan jangka waktu penugasan paling lama 5 (lima) tahun.
  3. Penugasan pada PTS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian.
  4. Setelah masa penugasan pada PTS selesai, Dosen yang ditugaskan:
    1. kembali ke PTN asal; dan
    2. tidak dapat ditugaskan kembali pada PTS yang sama.
  5. Dosen aparatur sipil negara yang menjalankan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui telah memenuhi keseluruhan beban kerjanya.

Bagian Kelima
Promosi dan Demosi Dosen

Pasal 33

  1. Promosi Dosen sebagai dimaksud dalam Pasal 24 huruf d berupa kenaikan jenjang jabatan akademik Dosen 1 (satu) jenjang lebih tinggi.
  2. Promosi Dosen dilakukan sesuai dengan kebutuhan Dosen pada setiap jenjang jabatan akademik.
  3. Promosi Dosen dilakukan pada Dosen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. memenuhi beban kerja Dosen;
    2. memenuhi indikator kinerja Dosen pada jenjang jabatan akademik yang dituju; dan
    3. syarat lain terkait pelaksanaan Tridharma yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
  4. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), promosi Dosen ke jenjang jabatan akademik Profesor juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. memiliki pengalaman kerja 10 (sepuluh) tahun sebagai Dosen tetap;
    2. memiliki publikasi ilmiah;
    3. berpendidikan doktor atau doktor terapan; dan
    4. syarat lain terkait pelaksanaan Tridharma yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
  5. Kriteria publikasi ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
  6. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), promosi Dosen aparatur sipil negara juga harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

Pasal 34

  1. Perguruan Tinggi yang dapat melakukan promosi Dosen ke jenjang jabatan akademik Profesor memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. memiliki Profesor pada rumpun ilmu bidang studi Dosen yang menjadi calon Profesor;
    2. memiliki prosedur internal untuk promosi Dosen yang ditetapkan oleh pemimpin Perguruan Tinggi; dan
    3. membentuk tim promosi Dosen.
  2. Tim promosi Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas paling sedikit 5 (lima) Profesor pada rumpun ilmu bidang studi Dosen yang dipromosikan, dengan paling sedikit 3 (tiga) di antaranya Profesor dari Perguruan Tinggi lain.
  3. Perguruan Tinggi yang dapat melakukan promosi Dosen ke jenjang jabatan akademik Profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
  4. Perguruan Tinggi yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat melakukan promosi Dosen ke jenjang jabatan akademik Profesor setelah mendapatkan rekomendasi dari:
    1. tim promosi Dosen dari Perguruan Tinggi lain yang memenuhi persyaratan; atau
    2. tim promosi Dosen yang dibentuk oleh Kementerian.

Pasal 35

  1. Demosi Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d merupakan penurunan jenjang jabatan akademik 1 (satu) jenjang lebih rendah.
  2. Demosi Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada Dosen yang:
    1. tidak memenuhi beban kerja Dosen;
    2. tidak memenuhi indikator kinerja Dosen;
    3. melakukan pelanggaran integritas akademik, disiplin, dan/atau kode etik Dosen; dan/atau
    4. tidak memenuhi syarat lain terkait Tridharma yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.

Pasal 36

  1. Perguruan Tinggi yang dapat melakukan demosi Dosen dari jenjang jabatan akademik Profesor merupakan Perguruan Tinggi yang memenuhi persyaratan untuk melakukan promosi Dosen ke jenjang jabatan akademik Profesor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2).
  2. Perguruan Tinggi yang dapat melakukan demosi Dosen dari jenjang jabatan akademik Profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 37

  1. Persyaratan dan prosedur internal promosi dan demosi Dosen ditetapkan oleh Perguruan Tinggi setelah berkoordinasi dengan Kementerian.
  2. Sebagai bentuk akuntabilitas publik, Perguruan Tinggi mengumumkan pada laman resmi Perguruan Tinggi:
    1. persyaratan dan prosedur internal promosi Dosen yang telah ditetapkan oleh Perguruan Tinggi;
    2. Dosen yang dipromosikan oleh Perguruan Tinggi; dan
    3. anggota tim promosi Dosen untuk setiap Dosen yang dipromosikan oleh Perguruan Tinggi ke jenjang jabatan akademik Profesor.

Pasal 38

  1. Perguruan Tinggi dilarang:
    1. melakukan promosi terhadap Dosen yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) sampai dengan ayat (6);
    2. melakukan demosi terhadap Dosen yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan
    3. melakukan promosi dan demosi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 36, dan Pasal 37; dan
    4. melibatkan pihak yang terbukti pernah melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c dalam promosi Dosen dan demosi Dosen.
  2. Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
  3. Dalam hal setelah mendapatkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan kewenangan untuk menyelenggarakan promosi Dosen selama 1 (satu) tahun.
  4. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan kewenangan untuk menyelenggarakan promosi Dosen selama 3 (tiga) tahun.
  5. Dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin atau penutupan.

Pasal 39

  1. Dosen yang dipromosikan atau didemosikan dilarang:
    1. memberikan informasi yang tidak benar dan/atau tidak jujur dalam proses promosi atau demosi;
    2. melakukan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan dokumen yang menjadi persyaratan promosi atau demosi; dan/atau
    3. melakukan praktik penyuapan, korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam proses promosi atau demosi.
  2. Dosen yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

  1. Dalam hal Perguruan Tinggi dan/atau Dosen melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (1), Kementerian memerintahkan secara tertulis pemimpin Perguruan Tinggi untuk membatalkan promosi atau demosi Dosen.
  2. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Perguruan Tinggi tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembatalan promosi atau demosi Dosen dilakukan oleh Kementerian.

Bagian Keenam
Profesor Kehormatan

Pasal 41

  1. Menteri dapat mengangkat seseorang dengan kompetensi luar biasa sebagai Profesor Kehormatan atas usul Perguruan Tinggi.
  2. Pengangkatan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemimpin Perguruan Tinggi.
  3. Perguruan Tinggi yang dapat mengusulkan pengangkatan Profesor Kehormatan harus memenuhi persyaratan untuk melakukan promosi Dosen ke jenjang jabatan akademik Profesor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2).
  4. Perguruan Tinggi yang dapat mengusulkan pengangkatan Profesor Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
  5. Jumlah Profesor Kehormatan dalam Perguruan Tinggi paling banyak 1 (satu) untuk setiap rumpun ilmu.
  6. Masa jabatan Profesor Kehormatan paling lama 5 (lima) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
  7. Batas usia tertinggi Profesor Kehormatan sama dengan batas usia pensiun Profesor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

  1. Profesor Kehormatan harus memenuhi persyaratan:
    1. kualifikasi akademik paling rendah doktor, doktor terapan, spesialis, atau kompetensi yang setara dengan jenjang 9 (sembilan) pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia;
    2. kompetensi luar biasa dan/atau prestasi eksplisit dan/atau pengetahuan luar biasa; dan
    3. pengalaman yang relevan dengan prestasi luar biasa yang mendapat pengakuan nasional dan/atau internasional.
  2. Prosedur penilaian pemenuhan persyaratan serta pengambilan keputusan promosi Dosen menjadi Profesor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku mutatis mutandis untuk pengangkatan seseorang menjadi Profesor Kehormatan.

Pasal 43

  1. Profesor Kehormatan wajib:
    1. menjaga nama baik dan kehormatan Perguruan Tinggi yang bersangkutan;
    2. berkontribusi dalam pelaksanaan Tridharma pada Perguruan Tinggi yang bersangkutan paling sedikit sepadan dengan 4 (empat) satuan kredit semester; dan
    3. mematuhi kode etik Dosen.
  2. Profesor Kehormatan berhak atas:
    1. pencantuman jabatan akademik Profesor Kehormatan dengan mencantumkan jabatan Profesor Kehormatan secara lengkap atau disingkat prof.(hon.), disertai dengan nama Perguruan Tinggi; dan
    2. honorarium dari Perguruan Tinggi.
  3. Honorarium dari Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan sesuai dengan kinerja dan kontribusi Profesor Kehormatan dalam pelaksanaan Tridharma

Pasal 44

Profesor Kehormatan diberhentikan oleh Perguruan Tinggi dengan alasan:

  1. masa jabatannya berakhir;
  2. meninggal dunia;
  3. sakit terus menerus paling sedikit 6 (enam) bulan yang tidak dapat disembuhkan sehingga tidak dapat melaksanakan tugas;
  4. mengundurkan diri;
  5. memasuki batas usia tertinggi Profesor Kehormatan;
  6. tidak berkontribusi dalam pelaksanaan Tridharma pada Perguruan Tinggi yang bersangkutan;
  7. mendapatkan sanksi etik tingkat sedang atau berat dan/atau hukuman disiplin aparatur sipil negara tingkat sedang atau berat;
  8. mendapatkan sanksi atas pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah;
  9. ditahan dalam proses pemeriksaan tindak pidana; atau
  10. dipidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Pasal 45

Pengangkatan dan pemberhentian Profesor Kehormatan dilaporkan melalui sistem informasi pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

Pasal 46

  1. Perguruan Tinggi dilarang:
    1. melakukan pengangkatan Profesor Kehormatan tanpa memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3);
    2. mengangkat seseorang yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) sebagai Profesor Kehormatan;
    3. melakukan pengangkatan Profesor Kehormatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2); dan
    4. melibatkan pihak yang terbukti pernah melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c dalam pengangkatan Profesor Kehormatan.
  2. Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
  3. Dalam hal setelah mendapatkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pelarangan pengangkatan Profesor Kehormatan selama 1 (satu) tahun.
  4. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pelarangan pengangkatan Profesor Kehormatan selama 3 (tiga) tahun.
  5. Dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Perguruan Tinggi kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi dikenai sanksi administratif berupa pelarangan pengangkatan Profesor Kehormatan secara permanen.

Pasal 47

  1. Orang yang diangkat sebagai Profesor Kehormatan dilarang:
    1. memberikan informasi yang tidak benar dan/atau tidak jujur dalam proses pengambilan keputusan pengangkatan;
    2. melakukan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan dokumen yang menjadi persyaratan keputusan pengangkatan; dan/atau
    3. melakukan praktik penyuapan, korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam proses pengambilan keputusan pengangkatan.
  2. Orang yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diangkat lagi menjadi Profesor Kehormatan.

Pasal 48

  1. Dalam hal Perguruan Tinggi dan/atau orang yang diangkat sebagai Profesor Kehormatan melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (1), Kementerian memerintahkan secara tertulis pemimpin Perguruan Tinggi untuk membatalkan pengangkatan Profesor Kehormatan.
  2. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Perguruan Tinggi tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembatalan pengangkatan Profesor Kehormatan dilakukan oleh Kementerian.

BAB IV
PENGHASILAN DOSEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 49

  1. Kementerian, PTN badan hukum, dan Badan Penyelenggara yang merupakan pemberi kerja Dosen membayar penghasilan Dosen.
  2. Penghasilan Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji; dan
    2. penghasilan lain.

Bagian Kedua
Gaji Dosen

Pasal 50

Kementerian membayar gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a kepada Dosen aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

Pasal 51

  1. PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara membayar gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a kepada Dosen yang merupakan pegawai PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara.
  2. Besaran gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas kebutuhan hidup minimum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan.

Pasal 52

  1. PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara dilarang membayar gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji kepada Dosen dengan besaran di bawah ketentuan Pasal 51 ayat (2).
  2. PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
  3. Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara yang dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN badan hukum dan Badan Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa penghentian pembinaan selama 1 (satu) tahun.
  4. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa penghentian kegiatan penyelenggaraan pendidikan selama 1 (satu) tahun pada Program Studi di mana Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajar.
  5. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. meluluskan mahasiswa yang sudah memenuhi persyaratan kelulusan;
    2. tidak menerima mahasiswa; dan
    3. menghentikan proses pembelajaran dan mengalihkan mahasiswa ke:
      1. program studi yang terakreditasi, baik yang sejenis atau sesuai minat masing-masing mahasiswa; atau
      2. Perguruan Tinggi lain.
  6. Dalam hal setelah jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara kembali melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN badan hukum atau Badan Penyelenggara dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin Program Studi di mana Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajar.

Bagian Ketiga
Penghasilan Lain Dosen

Pasal 53

Penghasilan lain Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b meliputi tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan.

Pasal 54

  1. Kementerian memberikan tunjangan profesi kepada Dosen yang memenuhi persyaratan.
  2. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. memiliki sertifikat pendidik untuk Dosen;
    2. berstatus Dosen aktif;
    3. merupakan Dosen tetap sesuai dengan data Kementerian;
    4. memenuhi beban kerja Dosen tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b; dan
    5. belum memasuki usia pensiun:
      1. 65 (enam puluh lima) tahun; atau
      2. 70 (tujuh puluh) tahun bagi Dosen dengan jabatan akademik Profesor.
  3. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat dikecualikan bagi Dosen yang bertugas pada Perguruan Tinggi di Daerah Khusus.
  4. Perguruan Tinggi mengajukan pengecualian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kementerian.

Pasal 55

Kementerian memberikan tunjangan fungsional kepada Dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56

  1. Kementerian memberikan tunjangan khusus kepada Dosen yang bertugas pada Perguruan Tinggi yang berada di Daerah Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Persyaratan untuk menerima tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. berstatus Dosen aktif; dan
    2. belum memasuki usia pensiun:
      1. 65 (enam puluh lima) tahun; atau
      2. 70 (tujuh puluh) tahun bagi Dosen dengan jabatan akademik Profesor.

Pasal 57

  1. Kementerian memberikan tunjangan kehormatan kepada Dosen dengan jabatan akademik Profesor yang memenuhi persyaratan.
  2. Ketentuan pemberian tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku mutatis mutandis untuk pemberian tunjangan kehormatan.
  3. Jumlah Dosen dengan jabatan akademik Profesor yang menerima tunjangan kehormatan dari Kementerian ditetapkan oleh Kementerian berdasarkan kinerja Perguruan Tinggi.
  4. Apabila jumlah Dosen dengan jabatan akademik Profesor pada Perguruan Tinggi lebih tinggi dari jumlah yang ditetapkan oleh Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pembayaran tunjangan kehormatan di atas jumlah yang diberikan oleh Kementerian merupakan tanggung jawab Perguruan Tinggi.

Pasal 58

Kementerian memberikan maslahat tambahan kepada Dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59

  1. Besaran tunjangan profesi bagi Dosen setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok Dosen aparatur sipil negara.
  2. Besaran tunjangan khusus bagi Dosen setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok Dosen aparatur sipil negara.
  3. Besaran tunjangan kehormatan bagi Profesor setara dengan 2 (dua) kali gaji pokok Dosen aparatur sipil negara.
  4. Bagi Dosen selain aparatur sipil negara, gaji pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang menjadi rujukan merupakan gaji pokok pegawai negeri sipil sesuai dengan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 60

  1. Tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan Dosen dihentikan sementara apabila Dosen ditempatkan pada jabatan aparatur sipil negara lain di luar Perguruan Tinggi.
  2. Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan kembali setelah kembali bekerja sebagai Dosen pada Perguruan Tinggi dan memenuhi persyaratan penerimaan tunjangan.
  3. Tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan Dosen dihentikan apabila Dosen meninggal dunia, mengundurkan diri sebagai Dosen, atau tidak lagi memenuhi persyaratan tunjangan.

Pasal 61

  1. Dosen yang menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan dilarang memalsukan data dan dokumen persyaratan tunjangan.
  2. Dosen yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62

  1. Kementerian membatalkan tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan bagi Dosen yang:
    1. melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); dan/atau
    2. memiliki sertifikat pendidik untuk Dosen yang dibatalkan oleh Perguruan Tinggi atau Kementerian.
  2. Tunjangan yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikembalikan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 63

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Dosen tetap yang sudah diangkat oleh Perguruan Tinggi namun belum memiliki jabatan akademik sebelum Peraturan Menteri ini berlaku diberikan jabatan akademik sebagai berikut:
    1. Asisten Ahli, bagi Dosen tetap dengan kualifikasi akademik magister, magister terapan, atau profesi; dan
    2. Lektor, bagi Dosen tetap dengan kualifikasi akademik doktor, doktor terapan, atau spesialis;
  2. jabatan akademik yang telah ditetapkan dalam keputusan Kementerian dinyatakan tetap berlaku sesuai dengan ketentuan dalam keputusan tersebut sampai Perguruan Tinggi menetapkan jabatan akademik Dosen yang bersangkutan atau paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku;
  3. sertifikat pendidik untuk Dosen yang sudah diajukan dan sedang diproses sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 51 Tahun 2017 tentang Sertifikasi Pendidik untuk Dosen;
  4. Dosen aparatur sipil negara yang sedang ditugaskan pada PTS tetap bertugas pada PTS yang bersangkutan sampai dengan pemindahan atau pemberhentian aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. kinerja Dosen sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap diperhitungkan oleh Perguruan Tinggi dalam penilaian kinerja Dosen dan promosi Dosen;
  6. pihak yang telah memperoleh jabatan Profesor Kehormatan atau sebutan lain sejenis sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, jabatannya tetap berlaku sampai dengan akhir masa jabatan dan tidak dapat diperpanjang;
  7. Dosen dengan jabatan akademik Profesor yang telah menerima tunjangan kehormatan dari Kementerian, tetap menerima tunjangan kehormatan dari Kementerian sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2); dan
  8. Dosen selain aparatur sipil negara yang telah menerima Keputusan Menteri mengenai Inpassing atau Keputusan Menteri mengenai Kenaikan Pangkat Penyetaraan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan sesuai dengan Keputusan Menteri tersebut sampai dengan Dosen yang bersangkutan naik jenjang jabatan akademik.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

Perguruan Tinggi menetapkan atau menyesuaikan peraturan Perguruan Tinggi mengenai profesi, karier, dan penghasilan Dosen sesuai dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 65

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2008 tentang Penetapan Inpassing Pangkat Dosen Bukan Pegawai Negeri Sipil yang telah Menduduki Jabatan Akademik pada Perguruan Tinggi yang Diselenggarakan oleh Masyarakat dengan Pangkat Pegawai Negeri Sipil;
  2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 84 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tetap Non Pegawai Negeri Sipil pada Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi Swasta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 961);
  3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1337);
  4. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Dosen dan Tenaga Kependidikan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja pada Tiga Puluh Lima Perguruan Tinggi Negeri Baru (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 923);
  5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 173);
  6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 51 Tahun 2017 tentang Sertifikasi Pendidik untuk Dosen (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1149);
  7. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 91 Tahun 2017 tentang Perpindahan Dosen dan Alih Tugas Pegawai Negeri Sipil Non Dosen Menjadi Dosen (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1929);
  8. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 8 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Dosen Melalui Penyesuaian/Inpassing (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 398);
  9. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perpindahan Dosen Warga Negara Indonesia dari Perguruan Tinggi Luar Negeri ke Perguruan Tinggi Dalam Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 79); dan
  10. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1362),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 66

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Demikianlah isi Permendikbudristek 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pak Presiden @Prabowo mohon bersihkan para mafia hukum

Seperti kita ketahui bersama penegakan hukum adalah pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah, utamanya saat ini pemerintahan dipegang oleh p...